PALM NEWS MALAYSIAN PALM OIL BOARD Monday, 30 Jun 2025

Total Views: 151
WORLD
Indonesia dan Malaysia Gandeng FAO Siapkan Standar Keberlanjutan Sawit
calendar20-02-2025 | linkHijau Bisnis | Share This Post:

Hijau Bisnis (20/02/2025) - MEDAN — Pemerintah Indonesia dan Malaysia bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO), organisasi PBB untuk pangan dan pertanian, akan menyusun standar keberlanjutan (sustainability) global untuk minyak sawit. Penyusunan ini adalah salah satu upaya Indonesia dan Malaysia sebagai dua produsen terbesar sawit untuk membuat standar keberlanjutan di luar Uni Eropa (UE).

“Kami telah berdiskusi dengan FAO untuk melakukan studi dalam rangka menyusunsuatu standar sustainability untuk palm oil dan coconut oil,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno dalam sambutannya pada Konferensi Internesional Rumah Sawit Indonesia, Rabu (19/02/2025).

Havas mengatakan standar keberlanjutan global merupakan jawaban atas berbagaituntutan dan tekanan yang menyasar industri sawit, terutama dari UE.

“Nanti kami bisa menyampaikan kepada UE bahwa Indonesia dan Malaysia sudah memiliki standar sustainability global di tingkat FAO. Jadi bukan hanya UE yang punyastandar, tetapi juga ada standar global,” kata Havas.

Havas mengemukakan bahwa ia juga meminta Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) untuk turut merumuskanstandar keberlanjutan global yang bisa dibawa ke tingkat FAO.

“Sehingga kita memiliki standar keberlanjutan global dengan tingkat keberterimaan yang lebih luas,” kata Havas.

Dalam paparannya, Havas turut mengemukakan sejumlah faktor yang menjadipenghambat implementasi regulasi antideforestasi Uni Eropa atau European UnionDeforestation Regulation (EUDR). Sebagaimana diketahui, implementasi regulasi yangbakal melarang impor komoditas terindikasi memicu deforestasi ini ditunda dari awalnyaakhir Desember 2024 menjadi akhir Desember 2025.

“Uni Eropa tidak pernah menjelaskan secara terbuka alasan penundaan tersebut. Namundari diskusi saya dengan sejumlah pihak di Uni Eropa, ada lima alasan penundaantersebut,” katanya.

Faktor penundaan pertama adalah sifat EUDR yang terlalu kompleks, rigid dan detailsehingga berisiko menimbulkan implikasi berat jika diterapkan. EUDR bahkan mendapatreaksi keberatan dari pelaku industri kayu Eropa.

Alasan kedua datang dari respons berbagai negara produsen komoditas-komoditas yangdisasar seperti sawit, kedelai, kopi, kakao, dan karet. Havas mengatakan Indonesiabersama dengan Malaysia bahkan mengirimkan surat protes ke blok kerja sama Eropatersebut sebagai bentuk keberatan.

Kendala implementasi liannya datang dari akurasi satelit UE dala memantau kawasan-kawasan hutan yang terindikasi mengalami alih fungsi. Dia mengemukankan tidak sedikit pula wilayah bukan hutan terdeteksi sebagai kawasan hutan tropis.

“Bahkan suatu daerah di Sumatra diindikasikan oleh satelit UE sebagai hutan tropis, tetapi setelah diverifikasi ternyata bukan hutan. Ini memberatkan di enforcement,” tambahnya.

Faktor selanjutnya adalah subjek regulasi yang tidak membedakan ketentuan antara perkebunan skala besar dengan petani skala mikro atau smallholders. Padahal, lanjut Havas, tak sedikit perkebunan yang dijalankan oleh petani kecil dengan keterbatasan kemampuan untuk mengikuti aturan teknis EUDR.

Adapun kendala terakhir yang disebut Havas berdampak pada implementasi EUDR adalah ketidaksesuaian aturan-aturan teknis antideforestasi dengan regulasi Uni Eropa lainnya. Salah satunya adalah digital market acts (DMA) yang mengatur hak individu untuk tidak menyertakan data pribadi dalam platform digital.

“Jadi Uni Eropa tidak bisa memaksa negara lain atau para petaninya untuk menyerahkan data geolocation ke mereka,” kata Havas.

Read more at https://hijau.bisnis.com/read/20250220/651/1841170/indonesia-dan-malaysia-gandeng-fao-siapkan-standar-keberlanjutan-sawit#:~:text=Indonesia%20dan%20Malaysia%20Gandeng%20FAO%20Siapkan%20Standar%20Keberlanjutan%20Sawit,-Indonesia%20dan%20Malaysia&text=Bisnis.com%2C%20MEDAN%20%E2%80%94%20Pemerintah,sustainability)%20global%20untuk%20minyak%20sawit